(Kehilangan) Penghuni Rumah Kedua
Selama aku tinggal di Jogja, aku punya rumah kedua tempatku beristirahat dan merasakan kalau aku mempunyai keluarga. Kandung. Di rumah itu ada Simbah Putri yang biasa dipanggil Mbok Tuo, ada Bude Supiyah yang kupanggil Mbokde, lalu anaknya Mbokde ada mba Tusi dan Tri yang seusia denganku.
Aku dan Mbokde sedang berkeliling melihat sawah di sekitar rumah Mbokde di pagi hari :)
Aku ingat, saat Ramadhan lalu, Mbokde menyuapiku makan dan membuatku hampir menangis di depannya karena aku benar-benar merindukan rumah di Bengkulu. Tapi mbokde sudah menutup kesedihn itu dengan kasih sayangnya padaku.
Ini aku dan kedua sepupuku. Foto ini diambil tahun 2012 saat aku pertama kali ke Jogja setelah 15 tahun lalu.
Mba Tusi dan Tri :)
Aku dan mba tusi yang bersepeda beberapa kilo ke Pantai dan akhirnya menyewa kendaraan ini :D
Aku dan (alm.) mbok tuo. Ah, nenekku ini adalah satu-satunya nenek yang kusayang sejak kecil. Meski yang kuingat adalah aku yang selalu bersembunyi ketika melihat mbok tuo karena takut diurut. Padahal mbok tuo pernah tinggal di rumahku di Bengkulu beberapa tahun dan beberapa selang waktu yang cukup lama. Yang kuingat, mbok tuo suka masak. Suka beres-beres. Terkadang suka jalan-jalan menemui temannya di gang sebelah.
Suatu kali saat mbok tuo di Bengkulu, di rumah hanya ada kami berdua. Dengan logat jawa yang sangat kental mbok tuo memintaku membeli kacang 'brul'. Tapi saat itu aku bingung sekali. Apa itu kacang brul. Akhirnya aku terpaksa keluar dan kubeli saja kacang hijau. Sesampainya di rumah, Ummi sudah pulang dari mengajar dan bertanya padaku aku dari mana. Ya ku bilang saja,mbok tuo memintaku membeli kacang 'brul' dan aku sudah membelikannya kacang hijau. Seketika Ummi tertawa. Lebih tepatnya menertawaiku. Ah, ternyata kacang 'brul' itu kacang tanah. Dan mbok tuo berencana membuat peyek kacang. Akhirnya aku harus menukar belanjaanku ke warung. Haha
Suatu saat yang lain, Ummi dan beberepa keluarga yang lain senang menertawaiku. Aku dulu sangat dekat dengan mbok tuo sejak kecil. Aku selalu meniru apa yang mbok tuo lakukan. Ketika beliau selonjoran, aku ikut selonjoran di sampingnya. Dan yang aku tak habis pikir adalah ketika mbok tuo bersendawa, aku pun tak malu menirunya, bersendawa pula. Ah, semua bahagia saat itu dan mbok tuo tersenyum.
Mbok tuo semakin lama sulit mengingat dan mendengar. Jadi ketika harus berbicara dengannya, kami harus berteriak di telinganya dan tentu dengan bahasa jawa. 1 yang paling kusedihkan. Aku selalu menggunakan bahasa jawa 'kasar' dengan mbok tuo karena aku tak mampu menggunakan bahasa jawa 'halus'. Ah, mbook tuo, maafkan aku...
Ketika aku memutuskan kuliah di Jogja, aku sering melalui perjalanan 3 jam dengan bis untuk mengunjungi keluarga di rumah keduaku ini. HIngga aku diberi kendaraan bermotor 6 bulan terakhir ini. Aku datang ke sana dan yang terjadi adalah mbok tuo tidak mengingatku. Ketika aku memperkenalkan diri, beliau menangis di sampingku karena rindu dan merasa bersalah lupa padaku. Ah, mbok tuo :'(
Selama aku di Bantul, ada beberapa hal yang rutin mbok tuo lakukan. Beliau mengisi air ke bak mandi dan gentong untuk wudhu. Beliau suka menyapu. Beliau suka membuat susu sereal kemesan dan sering menawarkan kepadaku. Beliau suka menyendiri di teras atau di kamarnya yang ada di barat rumah sambil ngeteh atau nginang. Beliau yang selalu mengenakan jarik (kain batik digunakan sebagai rok atau bawahan) dan pakaian yang 'sangat jawa'.
Aku rindu.
15 Januari 2015 pukul 00.15
Aku masih terjaga dengan notebook dan aku mendapatkan sebuah sms dari Tri, sepupuku. "Tik, mbok tuo meninggal dunia."
Saat itu pula aku menangis sejadi-jadinya di kamar. Aku meraung dibalik bantal dan selimut untuk meredam suara. Aku menangis. Menangis. Aku merasa sangat kehilangan. Aku memutuskan untuk ke Bantul esok pagi. Esok harinya, pukul 9 aku berangkat dari Jogja bersama Mba Didi dan Sisil. Ku pikir mereka akan menemani perjalananku hingga ke Bantul. Tapi ternyata merka harus pergi dan kami berpisah di jalan Bantul. Ah, aku merasa sedih awalnya karena tak ada yang menemaniku. Tapi ternyata hal lain terjadi. Aku menangis sepanjang perjalanan dan langit ikut menangis menemaniku dengan deras. Aku meraung di atas motor. Aku tak bisa mengontrol emosi ini. Aku mencintainya. Allah, aku mencintai mbok tuo :'(
Sepanjang perjalanan, aku berpikir tak akan ada yang menyambutku di teras ketika aku tiba di Bantul. Tak akan ada lagi yang mengisikan air wudhu di gentong untukku. Tak ada lagi, tak ada lagi, tak ada lagi...
Seperti beberapa hri setelahnya. Aku ke pasar memberi bahan masakan. Ketika hendak pulang, aku melewati penjual sirih. Aku berpikir untuk membeli sirih. Ya, sirih untuk mbok tuo seperti yang sering kulakukan sebelum-sebelumnya. Tapi ya, aku ternyata masih lupa. Mbok tuo sudah tiada. Ya, menghapus kebiasaan-kebiasaan yang mewarnai hari-hariku di Bantul.
Ya Allah...
Semoga aku bisa menjadi anak sholeh dan doaku untuk mbok tuo sampai pada-Mu. Ya Allah.. letakkan mbok tuo di sisi-Mu. Ampuni ia dan masukkanlah mbok tuo ke dalam syurga-Mu. Aamiin..
Aku dan Mbokde sedang berkeliling melihat sawah di sekitar rumah Mbokde di pagi hari :)
Aku ingat, saat Ramadhan lalu, Mbokde menyuapiku makan dan membuatku hampir menangis di depannya karena aku benar-benar merindukan rumah di Bengkulu. Tapi mbokde sudah menutup kesedihn itu dengan kasih sayangnya padaku.
Ini aku dan kedua sepupuku. Foto ini diambil tahun 2012 saat aku pertama kali ke Jogja setelah 15 tahun lalu.
Mba Tusi dan Tri :)
Aku dan mba tusi yang bersepeda beberapa kilo ke Pantai dan akhirnya menyewa kendaraan ini :D
Aku dan (alm.) mbok tuo. Ah, nenekku ini adalah satu-satunya nenek yang kusayang sejak kecil. Meski yang kuingat adalah aku yang selalu bersembunyi ketika melihat mbok tuo karena takut diurut. Padahal mbok tuo pernah tinggal di rumahku di Bengkulu beberapa tahun dan beberapa selang waktu yang cukup lama. Yang kuingat, mbok tuo suka masak. Suka beres-beres. Terkadang suka jalan-jalan menemui temannya di gang sebelah.
Suatu kali saat mbok tuo di Bengkulu, di rumah hanya ada kami berdua. Dengan logat jawa yang sangat kental mbok tuo memintaku membeli kacang 'brul'. Tapi saat itu aku bingung sekali. Apa itu kacang brul. Akhirnya aku terpaksa keluar dan kubeli saja kacang hijau. Sesampainya di rumah, Ummi sudah pulang dari mengajar dan bertanya padaku aku dari mana. Ya ku bilang saja,mbok tuo memintaku membeli kacang 'brul' dan aku sudah membelikannya kacang hijau. Seketika Ummi tertawa. Lebih tepatnya menertawaiku. Ah, ternyata kacang 'brul' itu kacang tanah. Dan mbok tuo berencana membuat peyek kacang. Akhirnya aku harus menukar belanjaanku ke warung. Haha
Suatu saat yang lain, Ummi dan beberepa keluarga yang lain senang menertawaiku. Aku dulu sangat dekat dengan mbok tuo sejak kecil. Aku selalu meniru apa yang mbok tuo lakukan. Ketika beliau selonjoran, aku ikut selonjoran di sampingnya. Dan yang aku tak habis pikir adalah ketika mbok tuo bersendawa, aku pun tak malu menirunya, bersendawa pula. Ah, semua bahagia saat itu dan mbok tuo tersenyum.
Mbok tuo semakin lama sulit mengingat dan mendengar. Jadi ketika harus berbicara dengannya, kami harus berteriak di telinganya dan tentu dengan bahasa jawa. 1 yang paling kusedihkan. Aku selalu menggunakan bahasa jawa 'kasar' dengan mbok tuo karena aku tak mampu menggunakan bahasa jawa 'halus'. Ah, mbook tuo, maafkan aku...
Ketika aku memutuskan kuliah di Jogja, aku sering melalui perjalanan 3 jam dengan bis untuk mengunjungi keluarga di rumah keduaku ini. HIngga aku diberi kendaraan bermotor 6 bulan terakhir ini. Aku datang ke sana dan yang terjadi adalah mbok tuo tidak mengingatku. Ketika aku memperkenalkan diri, beliau menangis di sampingku karena rindu dan merasa bersalah lupa padaku. Ah, mbok tuo :'(
Selama aku di Bantul, ada beberapa hal yang rutin mbok tuo lakukan. Beliau mengisi air ke bak mandi dan gentong untuk wudhu. Beliau suka menyapu. Beliau suka membuat susu sereal kemesan dan sering menawarkan kepadaku. Beliau suka menyendiri di teras atau di kamarnya yang ada di barat rumah sambil ngeteh atau nginang. Beliau yang selalu mengenakan jarik (kain batik digunakan sebagai rok atau bawahan) dan pakaian yang 'sangat jawa'.
Aku rindu.
15 Januari 2015 pukul 00.15
Aku masih terjaga dengan notebook dan aku mendapatkan sebuah sms dari Tri, sepupuku. "Tik, mbok tuo meninggal dunia."
Saat itu pula aku menangis sejadi-jadinya di kamar. Aku meraung dibalik bantal dan selimut untuk meredam suara. Aku menangis. Menangis. Aku merasa sangat kehilangan. Aku memutuskan untuk ke Bantul esok pagi. Esok harinya, pukul 9 aku berangkat dari Jogja bersama Mba Didi dan Sisil. Ku pikir mereka akan menemani perjalananku hingga ke Bantul. Tapi ternyata merka harus pergi dan kami berpisah di jalan Bantul. Ah, aku merasa sedih awalnya karena tak ada yang menemaniku. Tapi ternyata hal lain terjadi. Aku menangis sepanjang perjalanan dan langit ikut menangis menemaniku dengan deras. Aku meraung di atas motor. Aku tak bisa mengontrol emosi ini. Aku mencintainya. Allah, aku mencintai mbok tuo :'(
Sepanjang perjalanan, aku berpikir tak akan ada yang menyambutku di teras ketika aku tiba di Bantul. Tak akan ada lagi yang mengisikan air wudhu di gentong untukku. Tak ada lagi, tak ada lagi, tak ada lagi...
Seperti beberapa hri setelahnya. Aku ke pasar memberi bahan masakan. Ketika hendak pulang, aku melewati penjual sirih. Aku berpikir untuk membeli sirih. Ya, sirih untuk mbok tuo seperti yang sering kulakukan sebelum-sebelumnya. Tapi ya, aku ternyata masih lupa. Mbok tuo sudah tiada. Ya, menghapus kebiasaan-kebiasaan yang mewarnai hari-hariku di Bantul.
Ya Allah...
Semoga aku bisa menjadi anak sholeh dan doaku untuk mbok tuo sampai pada-Mu. Ya Allah.. letakkan mbok tuo di sisi-Mu. Ampuni ia dan masukkanlah mbok tuo ke dalam syurga-Mu. Aamiin..
Komentar
Posting Komentar